FORUM KEMITRAAN CCPHI – Kemitraan Antar Lembaga Untuk Dampak yang Lebih Luas Bagi Masyarakat
Speakindonesia.org | JAKARTA – Pada tanggal 14 Maret 2019 di Perpustakaan Nasional RI, telah diselenggarakan pertemuan forum kemitraan air bersih yang dikoordinir oleh CCPHI, sebuah organisasi non-profit yang mempromosikan dan memfasilitasi kemitraan antara perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerintah local untuk masyarakat yang sehat dan berkelanjutan. Pada pertemuan kali ini CCPHI mengundang berbagai mitra yang bergerak di bidang air dan sanitasi untuk berbincang dan berdiskusi mengenai program konservasi air di Ternate.
Program konservasi air ini digawangi oleh tiga lembaga, yaitu USAID, Laneige dan SPEAK Indonesia. Perwakilan dari tiga lembaga Bapak Asep (USAID), Ibu Nia (Laneige) dan IinMendah (SPEAK Indonesia) hadir sebagai nara sumber. Acara ini di buka dengan perkenalan dari tiap peserta yang hadir,dipandu oleh Moderator dan dilanjutkan dengan talk show.
Bapak Asep(USAID) memperkenalkan 4 komponen kerja dalam USAID, yaitu:
(1) Upaya memulai perubahan dalam masyarakat
(2) Mengerahkan engineer yang ahli untuk pembangunan air dan sanitasi
(3) Pendekatan microfinance
(4) Dan pembangunan forum kemitraan
Terkait air layak, Bapak Asep menjelaskan bahwa air layak di Indonesia baru mencapai 60,31 %, dan beliau yakin bahwa dengan kerja bahu membahu antar mitra, maka kita dapat memberikan akses air yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia, serta mencapai target utama dalam Sustainable Development Goals point 6.2 dan 6.3 di tahun 2030. Forum kemitraan yang dibuat oleh USAID didasari pada tiga strategi utama, yaitu:
(1) Membantu pemerintah daerah untuk intermediasi
(2) Peningkatan kapasitas pemerintah daerah
(3) Scaling up ke tingkat nasional, dengan mengembangkan tools yang dapat digunakan oleh mitra.
Ibu Nia (Laneige) memberikan sekilas info mengenai Perusahaan Laneige, dimana produk kosmetik yang mereka keluarkan merupakan water-based product sehingga mengapa semua program CSR perusahaan selalu berhubungan dengan air. Beliau juga menyampaikan bahwa ia sempat kesulitan pada saat pertama kali ingin membuat program air dan sanitasi, namun ia merasa terbantu setelah berhasil bermitra dengan Bapak Asep (USAID). Selanjutnya USAID menggandeng mitra local yaitu SPEAK Indonesia sebagai lembaga implementator dari program ini.
Pada kesempatan kali ini Ibu Iin Mendah dari SPEAK Indonesia menyampaikan bahwa beliau cukup senang bisa berkolaborasi dalam program konservasi air di Ternate, dan program ini juga kali pertama SPEAK Indonesia bermitra dengan perusahaan kosmetik. Bentuk kerja sama tiga lembaga ini di anggap sebagai contoh strategi yang baik dalam percepatan pengarustumaan air dan sanitasi serta pencapaian SDGs 2030. Pembagian peran antar tiga lembaga ini antara lain; Perusahaan Laneige sebagai funding dari program, USAID men- design konsep dan strategi program serta penyediaan tenaga ahli dan SPEAK Indonesia sebagai implementator untuk penguatan kapasitas masyarakat dalam memastikan keberlangsungan program.
Bapak Asep menjelaskan mengapa Kelurahan Sangaji Utara di kota Ternate dipilih sebagai target dalam konservasiair, hal ini dikarenakan daerah Sangaji yang berada pada dataran tinggi dan landai serta curah hujan yang terbilang cukup sering, sehingga air hujan yang turun langsung mengalir ke laut dan tidak terserap ke tanah, sehingga debit air menjadi sedikit, di tambah dengan abrasi dari laut yang menjadikan air menjadi payau sehingga tidak dapat digunakan warga. Hal ini membuat PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) kesulitan dalam menyalurkan air yang layak bagi warga. USAID mengatakan bahwa pada bagian hulu dibutuhkan kurang lebih 700 – 1000 sumur resapan yang langsung dapat mengalirkan air hujan ke tanah untuk meningkatkan debit air sehinga dapat memasok sumber air (akegale) untuk PDAM. Selain kota Ternate, program air bersih dari Laneige juga dilakukan di Surabaya, dimana mereka membangun master meter bagi warga yang tidak terintervensi oleh pipa PDAM.
Ibu Iin Mendah menambahkan bahwa penguatan kapasitas warga merupakan hal yang penting untuk keberlangsungan program, dikarenakan baik itu sumur resapan ataupun master meter nantinya akan dikelola oleh warga setempat, sehingga warga perlu diberikan informasi dan keahlian yang cukup serta pola pikir yang benar guna menjaga infrastruktur yang sudah dibangun.
Program konservasi air ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan warga pada area target sasaran, namun masyarakat lain pun perlu di beri pengetahuan mengenai air bersih. Maka dari itu, ibu Nia menjelaskan bahwa beliau juga mengikuts ertakan influencer dalam pelaksanaan program. Para influencer yang diajak tidak mempromosikan mengenai produk dari Laneige namun mereka diwajibkan mempromosikan program konservasi air ini dengan tujuan membangkitkan kesadaran dan mengedukasi masyarakat.
Acara hari ini dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi dari peserta yang hadir,salah satu pertanyaan yang menarik ialah apakah kerjasama program ini terbatas untuk tiga lembaga saja atau dapat lebih? Bapak Asep menjawab bahwa kerjasama program ini membuka peluang kerjasama bagi lembaga lain, salah satunya ialah pelibatan pemerintah daerah terkait kebijakan daerah yang dapat mengintervensi keberlangsungan program. Selain itu pertanyaan teknis seperti jarak tangka septic dengan sumur resapan apakah harus berjarak 10 meter atau tidak, dan pihak USAID menjelaskan bahwa selama warga menggunakan tangka septic kedap, maka air di sekitar tangka septic tidak akan tercemar.
Selanjutnya forum kemitraan ini juga membuka kesempatan bagi para mitra untuk saling berkenalan dan berdiskusi tentang program yang bisa dikolaborasikan. Kesimpulan dari acara forum kemitraan ini ialah “Kemitraan antar lembaga dapat memperluas dampak yang dilakukan di masyarakat”.