Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY menggandeng SPEAK (Strategi Pengkajian Edukasi Alternatif Komunikasi) Indonesia dalam pengurangan dan pengelolaan sampah di DIY. Melalui sinergi program Jogja Hijau dan Voices For Just Climate Action (VCA), kedua pihak akan saling berkolaborasi dan bekerja sama mencoba melakukan pengelolaan sampah yang selesai di tingkat kelurahan dan pengembangan Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) di 10 desa percontohan mandiri sampah di DIY.
Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X menyambut baik sinergi program yang akan dilakukan kedua pihak tersebut dalam audiensi yang dilakukan pada Rabu (02/08) di Gedhong Pareanom, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Sri Paduka mengatakan, dalam melaksanakan sinergi program tersebut, yang terpenting masyarakat harus dilibatkan.
“Terkait kegiatan VCA, saya sepakat apapun (program) yang dilakukan, kami tidak bisa sendirian. Semua ada peran. Kami selalu menjadikan warga itu justru menjadi subjek bukan objek. Jadi bagaimana di setiap kegiatan itu kita sepakat bahwa warga harus menjadi subjek. Dengan menjadikan warga sebagai subjek maka dapat membantu mendorong berbagai perubahan di berbagai sektor,” ujar Sri Paduka.
Selain itu, pada pelaksanaan kegiatan yang melibatkan pemberdayaan masyarakat, forum dialog bersama warga juga harus dilakukan. “Sebetulnya yang penting adalah forum dialog. Masyarakat sudah cerdas jadi harus diajak bicara. Apasih sebetulnya atau yang sebaiknya dilakukan. Kita guidance saja. Kita selalu menilai suatu masalah menggunakan kacamata kita. Gak bisa, ya dialog,” kata Sri Paduka.
Terkait sinergi program yang dilakukan antara DLHK DIY dan SPEAK Indonesia di 10 desa percontohan mandiri sampah di DIY ini, Sri Paduka pun mengungkapkan, seeing is believing. Apabila kedua pihak mampu mengimplementasikan sinergi programnya dengan tepat dan baik di satu atau dua desa percontohan yang ditetapkan, maka 8 desa lainnya dapat melakukan studi lapangan untuk meniru dan mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh dua desa percontohan sebelumnya.
Ditemui usai audiensi bersama Sri Paduka, Kepala DLHK DIY Kuncoro Cahyo Aji mengungkapkan, sinergi program Jogja Hijau dan VCA ini dilakukan di 10 desa percontohan mandiri sampah di DIY antara lain yakni 6 desa di Sleman dan 4 desa di Bantul. Enam desa di wilayah Sleman tersebut yaitu Sinduharjo, Sardonoharjo, Puriharjo, Purwomartani dan Minomartani serta Pandowoharjo. Sementara di Bantul meliputi Wirokerten, Tamanan, Srigading, dan Srihardono.
“Sesuai dengan saran Bapak Wagub bahwa kami sudah mempunyai rencana ya. Jadi semacam master plan gitu untuk pengelolaan sampah melalui Jogja Hijau. Nah salah satu bagian atau salah satu milestone kami itu nanti akan bekerja sama dengan SPEAK Indonesia. Dengan SPEAK Indonesia, nanti desa itu akan kita jadikan percontohan bahwa sampah selesai di tingkat kelurahan. Yaitu masyarakat ya mau tidak mau harus mempunyai tingkat partisipasi untuk memilah dari dapur pindah ke depan pintu masing-masing rumah,” ucap Kuncoro.
Dikatakan Kuncoro, sampah di depan pintu masing-masing rumah 10 desa percontohan mandiri sampah ini nanti akan dibantu penyalurannya ke TPS3R aktif dari 10 desa tersebut. “Jadi hampir nanti bisa dikerjakan di situ (TPS3R). Untuk pengefektifan, TPS3R ini ada beberapa bantuan memang untuk alat transportasi, kemudian pengolah sampah yang yang ada di TPS3R. Harapannya juga nanti akan mengurangi sampah yang masuk di TPA Piyungan” tutur Kuncoro.
Program Jogja Hijau sendiri merupakan konsep pengelolaan lingkungan yang berdasarkan 4 aspek yaitu konservasi energi, konservasi air, pengelolaan sampah dan limbah domestik secara mandiri serta pemanfaatan lahan. Lewat pemberdayaan ini, masyarakat mendapatkan manfaat dari lingkungan yang dikelola tersebut.
Sementara itu, Direktur SPEAK Indonesia Wiwit Heris Mandari menjelaskan, program Voices For Just Climate Action (VCA) adalah program aksi untuk mengatasi perubahan iklim yang berkeadilan. Bersama Slum Dwellers International (SDI), pihaknya bergerak untuk memulai menyuarakan suara perubahan iklim dari masyarakat yang bisa bekerja sama dengan pemerintah.
“Kalau biasanya, seringnya kan sepertinya itu kontra, tapi bagaimana kita bisa bekerja harmonis bersama dengan pemerintah dengan semua stakeholder termasuk dengan semua pihak pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan di lingkungan kita secara mandiri. Jadi intinya adalah bagaimana dengan kolaborasi dan kemitraan, itu kita bisa melakukan berbagai hal, baik itu dari sejak kita melakukan semacam suatu planning. Kemudian kita juga melakukan campaign dan terutama juga kita memperkuat komunitas di daerah dampingan kita dan juga peran dari perempuan ini menjadi sangat penting,” tutur Wiwit.
Melalui program VCA, pihak Wiwit mencoba untuk bisa bersama-sama, berkolaborasi sekaligus belajar dari Pemda DIY terkait climate change. Salah satunya adalah bagaimana berdialog dan membangun aksi bersama dengan masyarakat untuk mengatasi ketahanan iklim dan juga untuk mengatasi permasalahan sampah.
“Karena kami paham saat ini kita semuanya memang harus menghadapi persampahan dengan cara yang berbeda. Tadi kita sudah bertemu dengan Pak Wagub, banyak arahan yang sudah diberikan untuk bagaimana nanti kita bisa bekerja sama dengan Dinas DLHK dan mungkin juga dengan stakeholder yang lain akan mengembangkan apa yang tadi sudah menjadi bahan diskusi kami,” jelas Wiwit.
Wiwit menjelaskan, dengan program VCA yang berkolaborasi dengan program SDI, pihaknya hadir di pemukiman padat penduduk yang berada di pinggiran sungai utamanya untuk bisa mengatasi permasalahan-permasalahan penduduk. “Pertama kita melibatkan mereka membuat profiling. Di mana letak persampahan mereka, dimana letak sanitasi, di mana letak air yang menjadi tempat sumber-sumber vital dari kehidupan mereka. Kemudian permasalahan tersebut kita diskusikan bersama. Lalu kemudian kita juga melakukan semacam satu advokasi bersama. Intinya adalah menggugah semua pihak untuk sama-sama kita menyelesaikan beberapa permasalahan kita,” papar Wiwit.
Disebutkan Wiwit, program VCA sendiri sudah dilakukan di DIY sebagai percontohan pada tahun 2022 yakni di Gedongkiwo dan Sinduadi. “Kita memang baru mulai dua, tetapi kemarin kita membicarakan dengan Pak Kuncoro dengan program Jogja hijau, kita akan mencoba untuk mengembangkan ke daerah lain, ke-10 daerah lain di Jogja,” kata Wiwit.
sumber: https://jogjaprov.go.id/berita/dlhk-diy-gandeng-speak-indonesia-kelola-sampah